Mataram – Kasus dugaan pengeroyokan terhadap salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Mataram yang diduga dilakukan oleh mahasiswa dari Program Studi Pertambangan belum juga usai. Kini, muncul persoalan baru yang kembali mencoreng nama institusi. Seorang mahasiswi FISIPOL bernama Marselina melaporkan bahwa dirinya menjadi korban cyberbullying dan intimidasi melalui media sosial, (30/9/25).
Peristiwa bermula saat Marselina membagikan tautan berita terkait kasus pengeroyokan tersebut ke dalam grup kelasnya. Tidak berselang lama, ia justru menerima serangan verbal dari beberapa akun media sosial yang diduga terafiliasi dengan pelaku pengeroyokan. Serangan tersebut dilakukan melalui platform Instagram dan TikTok dengan penggunaan bahasa kasar dan tidak pantas.
“Saya hanya membagikan link berita yang ada di grup kelas, tapi kurang dari 20 menit setelahnya, beberapa akun mulai mengirim pesan dan komentar yang tidak pantas. Saya merasa takut dan khawatir, sampai tidak berani datang ke kampus,” ujar Marselina saat diwawancarai, Selasa (30/09).
Rasa tidak aman yang dirasakan Marselina bahkan membuatnya mempertimbangkan untuk pindah kampus demi ketenangan dalam menjalani aktivitas akademik. Ia mengaku telah mengumpulkan dan menyimpan seluruh bukti komentar serta pesan sebagai langkah antisipatif jika kasus ini dilaporkan ke pihak berwenang.
“Semua bukti sudah saya simpan, bila nanti diperlukan, saya siap melapor karena saya merasa keselamatan saya terancam,” tambahnya.
Kejadian ini menyoroti sisi gelap penggunaan media sosial di kalangan mahasiswa. Tindakan intimidasi semacam ini mencerminkan krisis moral dan minimnya edukasi digital, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, tindakan cyberbullying dapat dijerat melalui Pasal 27A. Di samping itu, pasal-pasal dalam KUHP terkait penghinaan juga dapat digunakan untuk menindak pelaku.
Pakar hukum dan pegiat literasi digital mengimbau agar media sosial digunakan secara bijak. Perbuatan melawan hukum seperti ancaman dan perundungan harus ditindak tegas agar memberikan efek jera.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Universitas Muhammadiyah Mataram belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan dua kasus yang mencuat ini. Meski demikian, desakan agar kampus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan baik fisik maupun verbal semakin menguat.