Mataram – Sebuah video yang memperlihatkan ratusan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram menggelar mimbar bebas bertajuk “Aksi Moral Mahasiswa” beredar luas di media sosial. Aksi tersebut berlangsung sekitar pukul 09.00 WITA, disertai dengan pembukaan petisi yang berisi kecaman terhadap tindakan kekerasan dan cyberbullying di lingkungan pendidikan (7/10/25).
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyuarakan kekecewaan mereka terhadap sikap kampus yang dinilai lamban dan tidak transparan dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi di internal kampus. Ratusan tanda tangan dalam petisi itu menunjukkan adanya kesepahaman kolektif di kalangan mahasiswa untuk menolak segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun digital.
“Kampus terlihat tidak serius menyelesaikan kasus ini. Seolah ada pembiaran terhadap pelaku, dan bahkan terkesan dilindungi,” ujar Muslimin, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL).
Menurutnya, ketidakjelasan penyelesaian kasus dan ketiadaan sanksi yang tegas mencerminkan kemunduran moral dan integritas kampus. Ia menyebut bahwa Universitas Muhammadiyah Mataram sebagai institusi bernafaskan Islam justru gagal memberikan teladan dalam membina mahasiswa.
Senada dengan itu, Zia Ulhaq, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ummat, juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum mahasiswa.
“Tindakan kekerasan dan cyberbullying tidak sepatutnya dilakukan oleh kaum terdidik. Mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan dan pengontrol sosial, bukan pelaku kejahatan. Kampus harus bertindak tegas untuk menghentikan perilaku menyimpang ini,” tegasnya.
Mahasiswa menuntut pihak kampus untuk menjamin keamanan dan kenyamanan seluruh civitas akademika. Mereka meminta agar korban mendapatkan perlindungan yang layak dan memastikan bahwa kasus serupa tidak akan terulang kembali di masa mendatang.
Ade Yudiansyah, Ketua BEM FISIPOL, turut angkat suara dan menegaskan bahwa kekerasan serta bullying adalah cerminan dari gagalnya sistem perlindungan kampus terhadap mahasiswa.
“Ini bukan hanya persoalan moralitas, tapi juga bukti bahwa sistem kita belum mampu melindungi korban. Kami mendesak kampus segera merumuskan regulasi anti-kekerasan dengan payung hukum yang jelas dan sistem pelaporan yang berpihak pada korban,” ujarnya.
Aksi moral ini menjadi penanda bahwa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram tidak tinggal diam terhadap kekerasan. Mereka berkomitmen untuk terus menyuarakan keadilan hingga perubahan nyata benar-benar terwujud di lingkungan kampus.