Jakarta, Voli.co.id – Koordinator Nasional Kawan Indonesia, Arif Darmawan, menilai pernyataan konten kreator Ferry Irwandi yang menyebut kritik terhadap dirinya sebagai fitnah dan bentuk intervensi media menunjukkan kurangnya kedewasaan dalam berdemokrasi (8/12/25).
Arif menilai Ferry keliru memahami bahwa kritik merupakan konsekuensi logis dari kehadiran seseorang di ruang publik, terlebih bagi figur yang memilih tampil sebagai influencer dengan jangkauan audiens besar.
“Siapa pun yang menempatkan dirinya di ruang publik harus siap menerima kritik. Tidak bisa hanya ingin dipuji namun menolak koreksi. Menyebut para pengkritik sebagai pemfitnah justru mencerminkan sikap anti-kritik,” ujar Arif.
Ia menegaskan bahwa Indonesia menjamin kebebasan berpendapat, sehingga kritik dari akademisi, aktivis, tokoh masyarakat, maupun publik tidak dapat dipandang sebagai serangan personal. Kritik, kata Arif, merupakan mekanisme kontrol agar ruang publik tetap sehat. Menyamakannya dengan fitnah justru menihilkan nilai demokrasi.
Arif menilai wajar bila banyak pihak merespons konten Ferry, apalagi ketika menyentuh isu sensitif seperti penderitaan masyarakat dan dugaan unsur pelecehan seksual terhadap korban bencana di Sumatera. Namun, ia menyayangkan sikap Ferry yang justru membangun narasi seolah dirinya menjadi korban.
Ia menilai respons defensif Ferry yang menyerang balik para pengkritik menunjukkan emosi yang belum matang. Sebagai figur dengan pengaruh besar, Arif menilai Ferry seharusnya dapat memberi contoh bagaimana perbedaan pendapat disikapi secara sehat.
“Dalam demokrasi, kedewasaan bukan diukur dari seberapa keras seseorang berbicara, tetapi dari kemampuan menerima kritik. Jika semua kritik dianggap fitnah, ruang dialog akan hilang,” kata Arif.
Arif juga membantah tudingan adanya intervensi media massa untuk menjatuhkan Ferry. Menurutnya, pemberitaan yang muncul hanyalah respons atas kegelisahan publik terhadap konten yang dinilai tidak sensitif.
“Media bekerja berdasarkan fakta dan dinamika publik. Jika respons publik kritis, itu bukan rekayasa. Tidak tepat menyalahkan media hanya karena pemberitaan tidak menguntungkan,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Arif mengingatkan Ferry agar tidak memposisikan diri sebagai korban dari kritik yang sah. Menurutnya, menjadi figur publik menuntut kedewasaan sikap.
“Jika ingin terus hidup di ruang publik, kedewasaan itu wajib. Demokrasi tidak memerlukan figur yang mudah tersinggung oleh kritik,” pungkas Arif.













