banner 728x250
Berita

TNI Jaga Gedung DPR/MPR, MPSI: Ini Soal Simbol Kedaulatan, Bukan Militerisasi

46
×

TNI Jaga Gedung DPR/MPR, MPSI: Ini Soal Simbol Kedaulatan, Bukan Militerisasi

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam pengamanan kompleks DPR/MPR RI di Senayan merupakan tindakan yang sah menurut konstitusi dan tidak layak dipermasalahkan.

Ia menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menegaskan bahwa TNI memiliki tanggung jawab strategis dalam menjaga kedaulatan negara dan simbol-simbol kenegaraan.

“Menhan tidak sedang memberikan penugasan baru kepada TNI, melainkan menggarisbawahi kembali peran TNI sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (3) UUD 1945, yaitu sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara kedaulatan serta keutuhan NKRI. Maka, pengamanan Gedung DPR/MPR adalah hal yang wajar karena tempat tersebut merupakan simbol kedaulatan rakyat,” jelas Noor Azhari dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (17/9/25).

Ia juga menyampaikan bahwa peran tersebut dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, yang menyebutkan bahwa tugas TNI tidak hanya sebatas menghadapi ancaman eksternal, tetapi juga melindungi objek vital strategis, khususnya yang berkaitan langsung dengan kepentingan nasional. Selain itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengklasifikasikan DPR/MPR sebagai objek vital demokrasi yang harus diamankan.

“Pengamanan terhadap Gedung DPR/MPR bukan sekadar upaya menjaga ketertiban fisik, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap simbol kedaulatan rakyat. Dalam kondisi negara yang belum sepenuhnya stabil, kehadiran TNI diperlukan untuk memastikan terciptanya stabilitas dan keamanan nasional,” tegasnya.

Lebih lanjut, Noor menekankan bahwa tindakan ini sejalan dengan prinsip kedaulatan negara (state sovereignty) dalam hukum internasional, di mana setiap negara berhak menempatkan militer untuk menjaga pusat-pusat kekuasaan politiknya.

“Setiap negara akan bertindak serupa dalam kondisi yang sama. Maka, jangan melihat langkah ini sebagai upaya militerisasi ruang sipil, melainkan sebagai wujud konkret dari upaya bangsa menjaga kehormatan dan kedaulatannya. Terlebih, insiden pada akhir Agustus 2025 menjadi pelajaran penting untuk meningkatkan kewaspadaan ke depan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *