Berita

Guru Besar UNJ Serukan Kebangkitan Gerakan Mahasiswa di Tengah Eskalasi Kekerasan Papua

59

Jakarta, Voli.co.id – Situasi kemanusiaan di Papua kembali menjadi sorotan. Kekerasan yang terus meningkat dan rentetan pelanggaran HAM di wilayah tersebut kini semakin mendesak untuk direspons. Dalam konteks ini, Guru Besar Damai dan Resolusi Konflik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Abdul Haris Fatgehipon, menyerukan agar gerakan mahasiswa Indonesia tidak tinggal diam. Seruan tersebut ia sampaikan saat memaparkan materi berjudul “Rekonstruksi Gerakan Kebangsaan” pada Musyawarah Kerja (Muker) Aliansi BEM se-Bogor Raya di Bogor, Sabtu (15/11/2025).

Haris menegaskan bahwa membangun ulang gerakan kebangsaan hanya dapat dilakukan jika mahasiswa memiliki kepekaan yang tinggi terhadap persoalan kemanusiaan. Ia menilai situasi Papua adalah refleksi paling gamblang bahwa bangsa ini sedang menghadapi krisis HAM yang serius.

“Isu HAM di Papua semakin tajam. Mahasiswa tidak boleh menutup mata. Kekerasan terhadap warga sipil, guru, tenaga kesehatan, hingga aparat keamanan seharusnya menjadi alarm moral bagi gerakan mahasiswa,” ujar Haris dalam keterangan pers.

Ia kemudian mengingatkan bahwa sejarah perubahan bangsa selalu melibatkan peran sentral pemuda dan mahasiswa. Namun sekarang, ia menyayangkan posisi mahasiswa yang justru semakin tersisih.

“Dulu mahasiswa adalah motor perubahan. Namun kini mereka diposisikan sekadar penonton, bahkan dianggap beban pembangunan,” ungkapnya.

Haris menilai berbagai konflik internal yang terjadi di organisasi mahasiswa dan kepemudaan turut berkontribusi melemahkan kekuatan moral mahasiswa. Tidak sedikit organisasi yang lebih memprioritaskan garis keturunan dan kepentingan sempit daripada kapasitas serta ideologi.

“Konflik internal organisasi harus dibenahi. Jika tidak, hal itu akan merusak kemurnian gagasan dan wacana gerakan mahasiswa,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa tantangan bangsa semakin kompleks: menurunnya daya beli masyarakat, pengangguran, korupsi, maraknya judi online dan narkoba, hingga dominasi oligarki terhadap ekonomi dan sumber daya alam. Semua persoalan ini, ditambah eskalasi kekerasan di Papua, menurutnya, menjadi pekerjaan rumah besar bagi mahasiswa.

“Berbagai persoalan struktural ini harus menjadi fokus gerakan mahasiswa hari ini,” ucapnya.

Papua, lanjut Haris, merupakan isu kemanusiaan yang tidak boleh diabaikan. Ia mengecam keras tindakan kekerasan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB/TPNPB-OPM) yang menargetkan warga sipil maupun aparat keamanan.

“Kita sedang melihat guru, tenaga medis, pendulang emas, perempuan, hingga masyarakat biasa menjadi korban. Mahasiswa harus menunjukkan kepekaan terhadap tragedi kemanusiaan semacam ini,” jelasnya.

Menurut Haris, sikap diam di tengah kondisi semacam itu sama saja dengan mengabaikan nilai fundamental kemerdekaan Indonesia.

“Ketika mahasiswa bungkam, nurani kemanusiaan ikut mati. Dan itu sangat berbahaya,” tegasnya.

Menutup pemaparannya, Haris menegaskan bahwa masa depan bangsa sangat bergantung pada keberanian mahasiswa untuk kembali menjadi kekuatan moral dan intelektual yang membela nilai kemanusiaan.

“Pemuda dan mahasiswa harus berada di garis terdepan sebagai pelopor pembangunan, penjaga kedaulatan bangsa, dan pembela martabat kemanusiaan. Tanpa itu, rekonstruksi gerakan kebangsaan hanya akan menjadi slogan,” pungkasnya.

Exit mobile version